Masyarakat Gayo adalah salah satu suku di provinsi
Aceh yang tersebar di tiga Kabupaten, yaitu Kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah
dan Gayo Lues. Sebagian besar mata pencaharian mereka adalah petani, terutama petani
kopi. Bidang ini telah dilakoni masyarakat tersebut secara turun temurun sejak
zaman Belanda. Dapat dipastikan bahwa hampir setiap penduduk asli di daerah ini
mempunyai kebun kopi sendiri, tak terkecuali pegawai negeri. Kebun ini ada yang
didapatkan dari warisan orang tua, membeli, atau menanam sendiri dengan cara
membuka hutan.
Bertani kopi bagi pegawai negeri di daerah Gayo
merupakan usaha sampingan yang cukup membantu, walau mungkin tidak terlalu
besar, sumber penghasilan tahunan ini dapat menjadi tambahan pendapatan. Karena
satu hektar tanaman kopi dapat menghasilkan 500 kg s/d 1 ton biji kopi kering
per tahun, hasil ini dapat ditingkatkan lagi, tergantung perawatan dan
pemupukan tanaman. Para pegawai ini biasanya memanfaatkan hari libur untuk
berkebun, jarang mereka terlihat berada di rumah pada hari Sabtu atau Minggu,
jadi kalau kita akan bertamu ke rumah
mereka pada hari tersebut, hendaklah datang pada sore hari setelah
mereka pulang atau pada pagi hari sebelum mereka berangkat.
Bagi pegawai di daerah ini, memiliki kebun kopi
sendiri seperti sudah semacam keharusan, sering terdengar mereka mengajukan
kredit ke bank untuk membeli tanah kebun dengan jaminan SK, karena mereka
menganggap kebun kopi adalah asset yang kelak bisa diwariskan kepada anak cucu
dan merupakan salah satu sumber penghasilan alternatif. Disela-sela kopi
sebagai tanaman utama, dapat juga ditanam tanaman lain yang berumur pendek, biasanya
disini sering ditanam tanaman jenis cabe rawit yang bisa dipanen setiap dua
minggu sekali. Sehingga pada saat paceklik antara bulan Mei s/d bulan
September, kebun akan tetap menghasilkan.
Kebanyakan kopi yang dibudidayakan disini adalah
jenis kopi arabika, karena konon kopi arabika dari dataran tinggi gayo adalah
salah satu kopi terbaik di dunia. Dengan ketinggian antara 1200-1700 m, kopi
varietas arabika tumbuh subur di tempat ini, hal ini membuat daerah gayo
menjadi perkebunan dan produsen kopi arabika terbesar di Indonesia.
Dengan alat-alat pertanian yang ada sekarang, tidak
sulit bagi pegawai yang rajin bertani untuk merawat kebun mereka. Ketika kebun
bersemak mereka bisa memakai mesin pemotong rumput atau menyemprotnya dengan
herbisida pembasmi rumput, memanen biasanya dilakukan oleh para pemetik kopi
dengan upah yang dihitung berdasarkan hasil petikan mereka. Sedang
perawatan-perawatan lain yang membutuhkan waktu dan tenaga banyak, diupahkan
kepada orang lain mengerjakannya untuk beberapa hari. Tak jarang kebun kopi
milik pegawai negeri lebih terawat daripada kebun kopi milik petani yang asli,
bahkan ada juga pegawai yang mendapatkan penghasilan lebih tinggi dari kebun
kopi ketimbang dari gaji mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar